Posted by : sahdarullah
Jumat, 21 Agustus 2015
Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang
bagaimana filsafat ilmu manajemen dari sudut ontologi, epistemologi dan
aksiologi.
1. Ontologi
Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Istilah metafisika itu
pertama kali dipakai oleh Andronicus dari Rhodesia pada zaman 70 tahun sebelum
Masehi. Artinya adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan hal-hal yang
bersifat supra-fisis atau kerangka penjelasan yang menerobos melampaui
pemikiran biasa yang memang sangat terbatas atau kurang memadai. Makna
lain istilah metafisika adalah ilmu yang menyelidiki kakikat apa yang ada
dibalik alam nyata. Jadi, metafisika berati ilmu hakikat. Ontologi pun
berarti ilmu hakikat.
Yang dimasalahkan oleh ontologi dalam ilmu
Manajemen adalah siapa yang membutuhkan manajeman?. Pertanyaan ini sering
dijawab perusahaan (bisnis), tentu saja benar sebagian tetapi tidak lengkap
karena manajeman juga dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang diorganisasi
dan dalam semua tipe organiasasi.
Dalam pratik menajemen dibutuhkan dimana saja
orang-orang bekeja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama.Dilain pihak setiap
manusia dalam perjalanan hidupnya selalu akan menjadi anggota dari beberapa
macam organisasi, seperti organisasi sekolah, perkumpulan olah raga, kelompok
musik, militer atau pun organisasi perusahaan. Organisasi-organisasi ini
mempunyai persamaan dasar walaupun dapat berbeda satu dengan yang lain dalam
beberapa hal, seperti contoh organisasi perusahaan atau departemen pemerintah
dikelola secara lebih formal dibanding kelompok musik atau rukun tetangga.
Persamaan ini tercermin pada fungsi-fungsi manejerial yang dijalankan.
Sebelum kita mengkaji landasan ontologis dalam ilmu manajemen maka kita
akan mengkaji terlebih dahulu tentang masaalah ontology.Filsafat tentang
tametata physika Aristoteles berpusat pada to hei on,artinya pengada sekedar
pengada. Kata yunani on merupakan bentuk netral dari oon dengan bentuk
negatifnya ontos.kata itu adalah bentuk partisipasif dari kata kerja einai (
‘ada’ atau ‘mengada’ ), jadi berarti yang-ada atau pengada. Maka objek material
bagi filsafat pertama itu terdiri dari segala-galanya yang ada. Dan dari segi
formal ha-hal itu di tinjau bukan menurut aspek ini atau itu yang terbatas,
bukan juga sekedar manusia atau dunia atau tuhan, tetapi menurut sifat atau hal
mengadanya. Oleh karena itu walaupun Aristoteles sama sekali belum
mempergunakan nama itu, filsafat pertama ini kemudian hari akan disebut
ontology
Namun Aristoteles belum pula menyadari segala implikasi penemuannya itu.
Sebelum Aritoteles bagi plato sifat “ada” belum memiliki arti yang sangat
istimewa. Jika dalam karyanya sophists diterangkan jenis-jenis paling pokok
yang termuat dalam konsep-konsep pengertian, maka plato menyejajarkan “ada” dan
“tidak-ada” identik dan berlainan, bergerak dan tidak-bergerak. Dengan keliru
Aristoteles sendiri masih berpendapat bahwa “mengada” itu hanya merupakan salah
satu sifat di samping sifat-sifat lain, walaupun sekaligus merupakan dasar pula
untuk segala-galanya. Dan sesudah Aristoteles, Platinos juga hanya akan
mengikuti “mengada” sebagai sifat alam-dunia (physis) belaka. Menurut dia sifat
mangada itu di angkat dan di atasi oleh sifat “hidup” dan “berpikir”. Baru
Thomas Aquinas akan mengelola rumus Aristoteles sedemikian rupa, sehingga
mencapai kepadanya yang penuh, yaitu “mengada” sebagai sifat yang melengkapi
dan yang mendasari segala sifat lainnya.
Maka menurut hasil perkembangan lebih kemudian tentang arti ‘mengada” sebagai objek pemikiran filsafat pertama sebagai “ontologi” di akui menjadi ilmu yang paling universal.Objeknya meliputi segala-galanya dengan seada-adanya. Maka einai dan to on lambat laun tidak hanya berarti “ada atau tidaknya” tetapi meliputi segala-galanya saja menurut segala bagiannya (segi ekstensif) dan menurut segala aspeknya (segi intensif). Namun dalam pengantar ini objek ontology belum dapat diperinci lebih lanjut, baru akan menjadi lebih jelas dalam uraian (discours) seluruh ontologi sendiri
Maka menurut hasil perkembangan lebih kemudian tentang arti ‘mengada” sebagai objek pemikiran filsafat pertama sebagai “ontologi” di akui menjadi ilmu yang paling universal.Objeknya meliputi segala-galanya dengan seada-adanya. Maka einai dan to on lambat laun tidak hanya berarti “ada atau tidaknya” tetapi meliputi segala-galanya saja menurut segala bagiannya (segi ekstensif) dan menurut segala aspeknya (segi intensif). Namun dalam pengantar ini objek ontology belum dapat diperinci lebih lanjut, baru akan menjadi lebih jelas dalam uraian (discours) seluruh ontologi sendiri
Ontologi adalah suatu spesifikasi formal dan eksplisit dari
konseptualisasi yang
dapat
dibagi.Yang dimaksud dengan konseptualisasi adalah suatu model abstrak dari
fenomena-fenomena yang ada pada dunia nyata. Sedangkan kata eksplisit menunjukkan
bahwa tipe dari konsep-konsep yang ada berikut relasinya didefinisikan secara
terbuka dan dengan tujuan tertentu. Kata formal merujuk pada fakta bahwa suatu
ontologi haruslah bisa dibaca dan diakses oleh mesin (machine-readable and
accessible). Konseptualisasi tersebut dapat dibagi karena ontologi menangkap
pengetahuan-pengetahuan yang telah disetujui oleh suatu kelompok.Ontologi
merupakan suatu deskripsi dari konsep-konsep dan hubungan-hubungan yang mungkin
ada bagi sebuah agent ataupun komunitas agent
Pengertian ontologi seperti yang telah dijelaskan oleh Tom Gruber
tersebut tidaklah mutlak. Terdapat beberapa pengertian lain yang telah
didefinisikan oleh pada ahli ontologi, diantaranya yaitu pengertian menurut
Smith B. (2005) yang menjelaskan bahwa:
Ontologi
adalah ilmu tentang definisi, jenis, dan struktur dari obyek,
properti-properti, kejadian-kejadian,proses-proses dan relasi-relasi yang ada
dalam setiap area kenyataan.Untuk sebuah sistem informasi ontologi dapat
diartikan sebagai suatu representasi dari beberapa keberadaan awal domain
kenyataan, dimana ontologi
tersebut Merefleksikan properti-properti yang dimiliki oleh obyek dalam domain dengan suatu cara tertentu sehingga dihasilkan suatu korelasi sistematik antara kenyataan dengan representasi itu sendiri.Dapat dimengerti oleh domain expert.Cara penyusunannya memungkinkan ontologi tersebut untuk mendukung pemrosesan informasi secara otomatis.Ontologi menjelaskan berbagai macam hal yang ada dalam suatu domain masalah, termasuk di dalamnya properti, konsep, aturan, serta bagaimana relasi-relasinya, dimana penjelasan tersebut akan mampu mendukung model referensi standar yang dibutuhkan dalam integrasi data.
tersebut Merefleksikan properti-properti yang dimiliki oleh obyek dalam domain dengan suatu cara tertentu sehingga dihasilkan suatu korelasi sistematik antara kenyataan dengan representasi itu sendiri.Dapat dimengerti oleh domain expert.Cara penyusunannya memungkinkan ontologi tersebut untuk mendukung pemrosesan informasi secara otomatis.Ontologi menjelaskan berbagai macam hal yang ada dalam suatu domain masalah, termasuk di dalamnya properti, konsep, aturan, serta bagaimana relasi-relasinya, dimana penjelasan tersebut akan mampu mendukung model referensi standar yang dibutuhkan dalam integrasi data.
Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada
dataran studi filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika.
Istilah ontologi banyak di gunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks
filsafat ilmu.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.Dari beberapa pengetahuan di atas dapat di simpulkan bahwa;
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.Dari beberapa pengetahuan di atas dapat di simpulkan bahwa;
1)
Menurut bahasa, ontology ialah berasal dari bahasa yunani, On/Ontos=ada, logos=ilmu.Jadi,Ontlogi adalah tentang ilmu
yang ada.
2) Menurut istilah, ontology ialah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan
kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari
persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) “ada” itu (being Sein, het
zijn). Paham monoisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham
dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang
pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing-masing mengenai
apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal
seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum
membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang
pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang
merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya
bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka
(sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).Hakekat
kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut
pandang:
1). Kuantitatif,
1). Kuantitatif,
yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak.
2). Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, unga mawar yang berbau harum.
2). Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, unga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari
realitas atau kenyataan konkret Secara kritis.Beberapa aliran dalam bidang
ontologi, yakni realisme,naturalisme,empirisme.Naturalisme di dalam seni rupa
adalah usaha menampilkan objek realistis dengan penekanan seting alam. Hal ini
merupakan pendalaman lebih lanjut dari gerakan realisme pada abad 19 sebagai
reaksi atas kemapanan romantisme. Salah satu perupa naturalisme di Amerika
adalah William Bliss Baker, yang lukisan pemandangannya dianggap lukisan realis
terbaik dari gerakan ini. Salah satu bagian penting dari gerakan naturalis
adalah pandangan Darwinisme mengenai hidup dan kerusakan yang di timbulkan
manusia terhadap alam.Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar
ontologis dari ilmu manajemen. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan
manajemen melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara
empiris baik yang berupa tingkat kwalitas maupun kwantitas hasil yang dicapai.
Objek materi ilmu manjemen ialah sisi manajemen yang mengatur seluruh kegiatan
kependidikan, yaitu, Perencanaan,pengorganisasian,Pengerahan(motivasi,kepemimpinan,pengambilan
keputusan,komonikasi,koordinasi,dan negoisasi serta pengembangan organisasi)
dan pengendalian (Meliputi Pemantauan,penilaian, dan pelaporan).
1.ObjekFormal.
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan
kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan
menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme,
idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Yang natural ontologik akan diuraikan
di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam bukunya
De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami sebagai upaya
mencari alternatif bukan dualisme,tetapi menampilkan aspek materialisme dari
mental.
Menurut
aspek-aspek yang di selidiki, objek-objek material dapat di khususkan lagi.
Misalnya manusia saja dapat di pandang secara matematis, fisis, biotic, psikis
dan sebagainya. Mereka di bedakan menurut objek formal, ataupun menurut
kepadatannya, yaitu menurut aspek intensitas. Maka muncullah pertanyaan :
Apakah terdapat suatu ilmu pengetahuan yang begitu padat (mendalam), sehingga
serentak membicarakan segala aspek atau sudut formal yang ada dalam objek
(material) mana saja? Ilmu pengetahuan sedemikian itu (andaikata ada) akan
bersifat paling intensif (padat), dan akan memuat segala aspek penyelidikan
ilmiah mana saja.
2.ObjekMaterial
2.ObjekMaterial
Menurut hal-hal yang di selidiki, di kembangkan ilmu pengetahuan
mengenai manusia, mengenai binatang, tumbuhan, laut, atom, dan sebagainya.
Mereka di bedakan menurut objek material, ataupun menurut keluasannya, yaitu
menurut aspek ekstensif. Maka layaklah bahwa timbul pertanyaan: Apakah ada
suatu ilmu pengetahuan begitu umum, sehingga serentak meliputi dan membicarakan
segala-galanya yang ada? Ilmu pengetahuan sedemikian itu (andaikan ada) akan
bersifat paling ekstensif, dan akan merangkum segala objek (material)
penyelidikan ilmiah manasaja.
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi,
yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi
fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi
bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri semua sesuatu yang
sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar
dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi
metaphisik.Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di
bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori.
Pembuktian apriori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih
dahulu dari predikat; dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari
kebenaran kesimpulan.
Contoh :
Sesuatu yang bersifat lahirah itu fana (Tt-P)
Badan itu sesuatu
yang lahiri (S-Tt)
Jadi, badan itu
fana’
(S-P)
Sedangkan pembuktian aposteriori secara ontologi, term tengah ada
sesudah realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang
dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian aposterioris disusun
dengan tata silogistik sebagai berikut:
Contoh :
Gigi geligi itu gigi geligi rahang dinasaurus (Tt-S)
Gigi geligi itu
gigi geligi pemakan tumbuhan (Tt-P)
Jadi, Dinausaurus
itu pemakan tumbuhan (S-P)
Bandingkan tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang
apriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan predikat dan term
tengahj menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan; sedangkan yang a posteriori di
berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan subjek, term tengah menjadi
akibat dari realitas dalam kesimpulan..Sementara Jujun S. Suriasumantri dalam
pembahasan tentang ontologi memaparkan juga tentang asumsi dan peluang.
Sementara dalam tugas ini penulis tidak hendak ingin membahas dua point
tersebut.
2. Epistemologi
Istilah epistemologi ini pertama kali digunakan
oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854 dalam bukunya yang berjudul Institute
of Metaphysics. Menurut sarjana tersebut ada dua cabang dalam
filsafat, ialah: epistemologi dan ontologi. Epistemologi berasal dari bahasa
Yunani episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang
berarti teori. Jadi, dengan istilah itu yang dimaksud adalah penyelidikan asal
mula pengetahuan atau strukturnya, metodenya, dan validitasnya.
Ruang lingkup epistemologi pada Manajemen dapat
dilihat dalam kaitannya dengan sejumlah disiplin ilmu yang bisa ”kerja sama”
seperti: pendidikan, ekonomi, politik, dan lain-lain. Namun ruang lingkup itu
mengalami perkembangan, sehingga pada setiap era terdapat lingkup yang khusus
dalam epistemologi itu. Ruang lingkup yang khusus bisa terjadi pada disiplin ilmu
manajemen itu sendiri sehingga melahirkan spesialisasi pengkajiannya. Di antara
spesialisasi itu adalah :
a. Manajeman pendidikan
b. Manajeman sumberdaya manusia
c. Manajemen keuangan
d. Manajemen personalia
e. Manajemen produksi, dan lain sebagainya
Semula epistemologi ini mempermasalahkan
kemungkinan yang mendasar mengenai pengetahuan (very possibilityof knowledge). Apakah
pengetahuan yang paling murni dapat dicapai.Permasalahan epistemologi di ilmu
manajemen berkisar pada ihwal proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan
yang berupa ilmu: bagaimana prosedurnya, apa yang harus diperhatikan untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar, apakah yang disebut kebenaran dan apa saja
kriterianya, serta sarana apa yang membantu orang mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu.Jawaban-jawaban yang dibutuhkan untuk memenuhi pertanyaan tersebut
di manajemen sudah sedemikian rupa diberlakukan bagi para ilmuwan itu sendiri.
Prosedur dengan pendekatan metode ilmiah adalah prosedur baku untuk menelaah
manajemen.Cara pencarian kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan
melalui penelitian.
Penelitian adalah hasrat ingin tahu pada manusia
dalam taraf keilmuannya. Penyaluran sampai taraf setinggi ini disertai oleh
keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa setiap gejala yang
tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Penelitian adalah suatu proses
yang terjadi dari suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan
sistematis untuk mendapatkan jawaban sejumlah pertanyaan.Pada setiap penelitian
ilmiah melekat ciri-ciri umum, yaitu : pelaksanaannya yang metodis harus
mencapai suatu keseluruhan yang logik dan koheren. Artinya dituntut adanya
sistem dalam metode maupun dalam hasilnya. Jadi susunannya logis. Ciri lainnya
adalah universalitas. Bertalian dengan universalitas ini adalah objektivitas.
Setiap penelitian ilmiah harus objektif artinya terpimpin oleh objek dan tidak
mengalami distorsi karena adanya berbagai prasangka subyektif. Agar penelitian
ilmiah dijamin objektivitasya, tuntutan intersubjektivias perlu dipenuhi.Secara etimologi, epistemologi
merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu
episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai
untuk menunjukkan adanya pengetahuan sistematik.
Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan
sistematik mengenai pengetahuan. Webster Third New International Dictionary
mengartikan epistemologi sebagai “The Study of method and ground of knowledge,
especially with reference to its limits and validity”. Paul Edwards, dalam The
Encyclopedia of Philosophy, menjelaskan bahwa epistemologi adalah “the theory
of knowledge.” Pada tempat yang sama ia menerangkan bahwa epistemologi
merupakan “the branch of philosophy which concerned with the nature and scope
of knowledge, its presuppositions and basis, and the general reliability of
claims to knowledge.”
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan
tetapi, logika dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor.
Logika minor mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti
silogisme. Logika mayor mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian
yang sama dengan lingkup epistemologi.Gerakan epistemologi di Yunani dahulu
dipimpin antara lain oleh kelompok yang disebut Sophis, yaitu orang yang secara
sadar mempermasalahkan segala sesuatu. Dan kelompok Shopis adalah kelompok yang
paling bertanggung jawab atas keraguan itu.
Oleh karena itu, epistemologi juga dikaitkan bahkan disamakan dengan suatu
disiplin yang disebut Critica, yaitu pengetahuan sistematik mengenai kriteria
dan patokan untuk menentukan pengetahuan yang benar dan yang tidak benar.
Critica berasal dari kata Yunani, krimoni, yang artinya mengadili, memutuskan,
dan menetapkan. Mengadili pengetahuan yang benar dan yang tidak benar memang
agak dekat dengan epistemelogi sebagai suatu tindakan kognitif intelektual mendudukkan sesuatu pada tempatnya.Jika
diperhatikan,batasan-batasan di atas nampak jelas bahwa hal-hal yang hendak
diselesaikan epistemologi ialah tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, validitas pengetahuan, dan kebenaran
pengetahuan.
Masalah epistimologi bersangkutan dengan pertanyaan-partanyaan tentang
pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-batas pengetahuan, kita tidak akan
mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada akhirnya tidak dapat di
ketahui.Sebenarnya kita baru dapat menganggap mempunyai suatu pengetahuan
setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan epistimologi. Kita mungkin terpaksa
mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan, atau mungkin sampai
kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai hanyalah kemungkinan-kemungkinan
dan bukannya kepastian, atau mungkin dapat menetapkan batas-batas antara
bidang-bidang yang memungkinkan adanya kepastian yang mutlak dengan
bidang-bidang yang tidak memungkinkannya.
Dalam penyelesaiaan masalah epistimologi hendaknya kita mempelajari
naskah psikologi yang baik dalam bab-bab mengenai pengindraan, pencerahan,
penyimakan dan pemikiran, karena di dalam suatu penyelesaian yang di sarankan
terhadap masalah, bahan-bahan keterangan yang terdapat di dalam naskah tersebut
harus di perhitungkan Makna pengetahuan jika di katakan masalah epistimologi
bersangkutan dengan pertanyaan tentang pengetahuan, apakah yang kita maksudkan
dengan pengetahuan?
Contoh : Di misalkan saya berkata “Saya
mempunyai pengetahuan tentang kenyataan bahwa Caesar telah di bunuh”, atau
“Saya tahu siapa yang membunuh Cock Robin.” Tepatnya, apakah yang saya
maksudkan? Yang pertama di antara kedua pernyataan tersebut dapat di singkat
membacanya,”Saya tahu Bahwa Caesar di bunuh”. Dapatlah kiranya di mengerti
bahwa kapanpun kita mempunyai pengetahuan, maka pengetahuan itu merupakan
pengetahuan mengenai sesuatu. Demikianlah di dalam kedua kalimat tersebut,
terdapat fakta-fakta: Caesar telah di bunuh dan Cock Robin di bunuh oleh
seseorang yang saya ketahui.
3. Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios yang
berarti `memiliki harga ’mempunyai nilai’, dan logos yang
bermakna `teori` atau `penalaran Sebagai suatu istilah, aksiologi mempunyai
arti sebagai teori tentang nilai yang diinginkan atau teori tentang nilai yang
baik dan dipilih. Teori ini berkembang sejak jaman Plato dalam hubungannya
dengan pembahasan mengenaibentuk atau ide (ide
tentang kebaikan).
Permasalahan aksiologi ilmu manajemen
(1) Sifat
nilai,
(2) Tipe
nilai,
(3) Kriteria
nilai, dan
(4) Status
metafisika nilai.
Masing-masing dicoba untuk dijelaskan dengan
ringkas sebagai berikut :
Sifat nilai atau paras nilai didukung
oleh pengertian tentang pemenuhan hasrat, kesenangan, kepuasan, minat, kemauan
rasional yang murni, serta persepsi mental yang erat sebagai pertalian antara
sesuatu sebagai sarana untuk menuju ke titik akhir atau menuju kepada
tercapainya hasil yang sebenarnya. Di dalam mengkaji Manajemen berkecimpung tentunya
dilandasi dengan hasrat untuk mendapatkan kepuasan.Perihal tipe nilai didapat
informasi bahwa ada nilai intrinsik dan ada nilai
instrumental. Nilai intrinsik ialah nilai konsumatoris atau yang melekat
pada diri sesuatu sebagai bobot martabat diri (prized for their own sake).
Yang tergolong ke dalam nilai instrinsik adalah kebaikan dari segi moral,
kecantikan, keindahan, dan kemurnian. Nilai instrumental adalah nilai penunjang
yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai instrinsik.
Penerapan tipe nilai bagi manajemen diarahkan
manajemen sebagai profesi. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk
mengklasifikasikan manajemen sebagai profesi, kriteria-kriteria untuk
menentukan sesuatu sebagai profesi yang dapat diperinci sebagai berikut:
1). Para
profesional membuat keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum. Adanya
pendidikan kursus-kursusan program-program latihan formal menunjukan bahwa ada
pinsip-prinsip manajemen tertentu yang dapat diandalkan
2). Para
profesional mendapatkan status mereka karena mencapai standar prestasi kerja
tertentu, bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya
3). Para
profesional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat, dengan disiplin
untuk mereka yang menjadi klienya.
Manajeman telah berkembang menjadi bidang yang
semakin profesional melalui perkembangan yang mencolok program-program latihan
manajemen di Universitas-universitas ataupun lambaga-lembaga manajemen swasta
dan melalui pengembangan para eksekutif organisasi atau perusahaan.
Menurut
John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau
suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai rancangan
bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian
terhadap satu institusi dapat terwujud.Perkembangan yang terjadi dalam
pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena kebebasan
pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas
pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada
keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound. Sekarang mana
yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan
pada keterikatan nilai.Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai kemajuan
perkembangan ilmu pengetahuan akan lebih cepat terjadi. Karena ketiadaan
hambatan dalam melakukan penelitian. Baik dalam memilih objek penelitian, cara
yang digunakan maupun penggunaan produk penelitian. Sedangkan bagi ilmuwan
penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan terjadi sebaliknya.
karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai.
Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru menambah masalah bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung “bukan lagi Goethe yang melahirkan Faust melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe”.
Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru menambah masalah bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung “bukan lagi Goethe yang melahirkan Faust melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe”.
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan
estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan
sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan
adat istiadat manusia.Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua.
Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para
kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan,
keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh
Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari
pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah
norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu
sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan,
melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar.
Tujuan dari etika adalah agar
manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.Dalam
perkembangan sejarar etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral
yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah
padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan.
Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan tujuan
manusia adalah kebahagiaan. Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa
tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan
memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak
kodrati. Selanjutnya deontologi, adala h pemikiran tentang moral yang
diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti
sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara
terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan
baik oleh kehendak manusia. Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni
estetika dibahas dalam sesi lain. yang jelas, estetika membicarakan tentang
indah dan tidak indah.
PENUTUP
Filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering
dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Karena
kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang bisa diamati oleh manusia saja.
Filsafat menjadi sumber dari segala kegiatan manusia atau mewarnai semua
aktivitas warga negara dari suatu bangsa. Ilmu merupakan
pengetahuan yang digumuli sejak sekola dasar pendidikan lanjutan dan perguruan
tinggi, berfilsafat tentang ilmu berarti berterus-terang kepada diri sendiri.
Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga
disebabkan metode yang digunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya
secara empriris.
1.Ontologi
Disamakan dengan metafisika, itu
pertama kali dipakai oleh Andronicus dari Rhodesia pada zaman 70 tahun sebelum
Masehi. Artinya adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan hal-hal yang
bersifat supra-fisis atau kerangka penjelasan yang menerobos melampaui
pemikiran biasa yang memang sangat terbatas atau kurang memadai.
Ontologi dari praktek
manajemen adalah hakekat dari praktek manajemen. Hakekat
itu merupakan “ada”-nya dari manajemen. Inilah esensi dari praktek manajemen. Tanpa hakekat
ini praktek manajemen menjadi tidak bermakna. Ontologi dari manajemen adalah jaringan komunikasi intensif antar
individu yang memiliki perbedaan keterampilan dan ilmu, namun bekerja untuk
mewujudkan tujuan yang sama. Jadi
ontologi dari praktek manajemen adalah jaringan komunikasi yang saling bertautan
satu sama lain. Jaringan komunikasi itu tidak anonim, melainkan tertata dan
mengarah pada tujuan yang jelas. Jaringan komunikasi itu juga mengandaikan
adanya tanggung jawab masing-masing individu untuk berkomitmen pada tugas dan tujuan yang ada. Seperti
yang juga diingatkan oleh Drucker, tujuan bersama tersebut haruslah terus
diingatkan dan dipastikan kembali. Tujuan itu haruslah menjadi bagian dari
identitas dan cita-cita bersama. Tanpa itu organisasi tidak lebih dari sebuah
gerombolan.
Bagaimana
pengandaian ontologis tersebut dapat diketahui? Jawaban atas pertanyaan ini
membawa kita pada pengandaian epistemologis dari praktek manajemen. Fakta bahwa
manajemen merupakan suatu jaringan komunikasi terarah pada tujuan tertentu
dapatlah langsung diuji secara empiris maupun analitis. Keluarga, dalam arti
keluarga inti ataupun klan, merupakan bentuk organisasi tertua. Bentuk itu
berkembang menjadi masyarakat, kota, negara, dan kini berkembang menjadi
perusahaan-perusahaan bisnis. Penelitian empiris atas berbagai tipe masyarakat
menunjukkan pola yang kurang lebih serupa, walaupun memang karaktek hakikinya
berbeda-beda. Dengan demikian ontologi manajemen, yakni sebagai jaringan
komunikasi intensif antar individu yang memiliki beragam ketrampilan berbeda namun
mengabdi pada tujuan yang sama, dapatlah diuji secara inderawi melalui
pengalaman langsung.
2.Epistemologi
pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada
tahun 1854 dalam bukunya yang berjudul Institute of Metaphysics. Menurut
sarjana tersebut ada dua cabang dalam filsafat, ialah: epistemologi dan
ontologi. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang
berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Jadi, dengan
istilah itu nyang dimaksud adalah penyelidikan asal mula pengetahuan atau
strukturnya, metodenya, dan validitasnya.
Epistemologi
dari praktek manajemen adalah pengalaman empiris dan historisitas manusia.Konsep
manajemen sebagai jaringan komunikasi intensif antar beragam individu tersebut
juga bisa diuji secara analitis. Konsep jaringan komunikasi sudah ada di dalam konsep manajemen. Manajemen adalah
komunikasi, sekaligus lebih dari itu, yakni komunikasi intensif untuk mewujukan
suatu tujuan tertentu secara efektif. Definisi ini tidak perlu melulu diuji
melalui pengalaman, tetapi dapat dipahami secara analitis dengan akal budi.
Seperti pengetahuan bahwa anak dari paman saya adalah sepupu saya, begitu pula
konsep manajemen dapat dipahami secara analitis sebagai jaringan komunikasi
intensif antar beragam inividu yang mengabdi pada tujuan bersama. Pengetahuan
ini bisa diuji secara empiris, historis, maupun analitis.
3.Aksiologi
Berasal dari bahasa Yunani axios yang
berarti `memiliki harga, `mempunyai nilai`, dan logos yang
bermakna `teori` atau `penalaran`, artinya sebagai teori tentang nilai
yang diinginkan atau teori tentang nilai yang baik dan dipilih. Teori ini
berkembang sejak jaman Plato dalam hubungannya dengan pembahasan mengenai bentuk atau ide (ide
tentang kebaikan).
Di dalam praktek manajemen,
pada hemat saya, ada lima nilai yang kiranya menjadi titik tolak, yakni nilai :
1. Pengabdian,
2. Kemanusiaan,
3. Ekonomi,
4..Lingkungan hidup, dan
5..Estetika.
Seperti sudah disinggung
sebelumnya, tujuan utama dari sebuah organisasi terletak di luar organisasi
tersebut. Dan itu adalah sebentuk pengabdian pada masyarakat yang lebih luas.
Di dalam organisasi yang ada adalah pengeluaran. Sementara di hadapan
masyarakat luas, organisasi bisa memberikan sumbangan yang besar.Organisasi
juga berhadapan dengan manusia yang memiliki daging, darah, dan historisitas
masing-masing. Dan mereka itu bukan hanya pekerja, tetapi juga manusia yang
memiliki harkat dan martabat.
Dalam hal ini prinsip kemanusiaan menjadi pemandu semua kegiatan
berorganisasi. Manusia haruslah dipandang sebagai tujuan pada dirinya sendiri,
dan bukan alat untuk tujuan-tujuan lainnya. Setiap pimpinan suatu organisasi,
apapun bentuknya, haruslah mampu melawan cara berpikir rasionalitas
instrumental strategis yang banyak terjadi sekarang ini. Inilah cara berpikir
yang mau menjadikan manusia sebagai alat untuk tujuan-tujuan lain di luar
manusia itu sendiri.Tentu saja organisasi tentu butuh uang untuk mempertahankan
eksistensinya. Dalam hal ini nilai
ekonomis juga sangat perlu
untuk menjadi perhatian. Praktek organisasi bisnis yang tidak menjadikan nilai
ekonomi sebagai tolok ukur adalah praktek yang absurd. Bahkan meminjam metafor
yang digunakan oleh Drucker, jika seorang malaikat agung yang tidak memiliki
kepentingan pribadi memimpin sebuah perusahaan, maka sama seperti para pelaku bisnis
lainnya, ia harus menjadikan nilai ekonomi sebagai salah satu tolok ukur
kerjanya. Jika tidak organisasinya bisa hancur. Runtuhnya suatu organisasi
berarti hilangnya salah satu peran sosial yang bisa memberikan kontribusi besar
bagi kehidupan masyarakat.
Oleh
karena itu manajemen haruslah memperhatikan aspek
estetik dari semua
kegiatannya, mulai dari produksi, distribusi, marketing, sampai pengelolaan
sumber daya manusia. Itu semua adalah praktek-pratek yang memerlukan kepekaan seni yang bersifat intuitif, dan bukan hanya kalkulasi strategis
rasional. Jika praktek manajemen di dalam organisasi mengabaikan aspek estetik,
maka organisasi itu tidak lebih dari sekedar organisasi para robot. Robot tidak
memiliki kepekaaan intuitif dan estetik. Oleh karena itu robot tidak bisa
kreatif dan menciptakan inovasi. Perlahan tapi pasti organisasi itu akan
hancur.
Dari
uraian ini kita dapat menyimpulkan bahwa praktek manajemen sangatlah terkait dengan
filsafat. Tanpa filsafat
praktek manajemen adalah praktek para robot yang pucat, miskin inovasi, dan
miskin kreatifitas. Mungkin yang banyak terjadi sekarang ini, para pimpinan
organisasi kita, apapun bentuknya, mulai menjadi pimpinan para robot-robot.
Mereka merasa diri mereka sebagai robot, memandang anak buahnya sebagai robot,
dan bekerja juga secara mekanis seperti robot. Jika praktek seperti itu terus
dilakukan, maka mereka akan ketinggalan jaman. Mereka kehilangan kemampuan
kompetitif. Sudah saatnya para filsuf menengok ke dunia bisnis dan manajemen.
Kita perlu lebih banyak “Peter Drucker-Peter Drucker” lainnya, tentu saja yang
sungguh memahami kondisi Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar